Jumat, 28 November 2014

Ibu Berperan Penting dalam Fase Pertumbuhanku


"Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa…."

      Itu adalah penggalan lirik lagu anak-anak. Kita semua tahu bahwa memang kasih ibu tak terhingga nilainya untuk merawat anak-anaknya. Begitu pula ibunda saya. Saya dilahirkan beliau 24tahun yang lalu di kota kecil ini, kota Jember. Masa kecil saya hampir sama dengan anak-anak pada umumnya. Bermain, belajar, dsb. Dari pasangan guru nonPNS ini saya tumbuh dan berkembang.
       Sekali waktu ibu menceritakan kepada saya bagaimana saya saat kecil dulu. Saya tergolong  anak yang suka sekali dengan susu. Meskipun begitu berat badan saya saat menginjak umur 4 bulan hanya 6 kilogram, tidak mengalami obesitas.




saya berusia 4-6 bulan

       Seiring berjalannya waktu saya mulai bisa belajar berdiri dan berjalan. Ketika saya sudah bisa memainkan mainan saya sendiri, tingkat kenakalan anak-anak pada diri saya mulai muncul. Saya dibelikan mainan kayu berbentuk angsa. Ketika saya mengayunkan angsa itu sedikit keras, ibu selalu menyuruh saya untuk memperlambat ayunan. Tapi semakin saya dilarang, saya semakin saya melakukan larangan itu. Saya mengayunkan mainan angsa itu kencang sekali hingga akhirnya ibu menggendong saya agar tidak naik mainan kayu itu.



fase saya belajar berdiri, berjalan hingga bermain

       Menginjak usia usia tiga tahun saya sudah hafal huruf dan warna, meskipun saya masih kesusahan untuk mengeja kata. Dengan sabar ayah dan ibunda saya mengajari hingga saya bisa. Saya sempat dibelikan buku oleh "Pakpuh" sebagai hadiah saya sudah bisa membaca. Hal tersebut berdampak positif, saya tidak terlalu kesusahan saat masuk TK. Dan beberapa kali saya menjadi bintang kelas.

hadiah buku dari Pakpuh

pembagian piala bintang kelas

piala bintang kelas saat TK

        Prestasi saya berlanjut di sekolah dasar. SD saya memang bisa dibilang bonafit. Saya yang meminta pada ayah untuk sekolah disana karena memang terkenal bagus. Dan ayah ibu saya menyetujui. Pada waktu itu saya tidak memikirkan apakah ayah saya mampu atau tidak membiayai sekolah saya karena disaat SD lain menarik SPP seharga 8000 rupiah, SPP saya senilai 27.000 rupiah. Tapi ayah tidak pernah mengeluh di hadapan saya. Ayah selalu bilang “Yang penting itu belajar dan berdoa”. Ayah sering berkata seperti itu karena beberapa kali saya sempat minder. Bayangkan saja, sekolah bonafit nan mahal, tentu anak-anak orang menengah atas yang bersekolah disana. Anak seorang dokter, pengusaha, pengacara, dan lain sebagainya. Sedangkan saya, hanya anak pasangan guru non PNS. Jangankan bergaya hidup seperti mereka. Bisa makan saja sudah syukur.
        Darisitulah saya mulai berpikir apalagi yang saya banggakan kalau bukan prestasi. Saya mau membanggakan mobil, toh saya tidak punya mobil. Satu-satunya cara ya memang harus belajar. Saingan saya bisa dibilang cukup berat. Selain banyak (karena setiap tingkatnya memiliki kelas A sampai D), gizi mereka juga terpenuhi. Sedangkan saya makan daging ayam saja nunggu ayah gajian. Tapi kalimat ibu “kekuatan doa itu jauh lebih kuat dari segalanya”. Saya belajar dengan tekun setiap hari, dan meneruskan mengaji di TPA. Dan semua tidak sia-sia, saya duduk di kelas unggulan dan nilai saya masuk sepuluh besar dengan bersaing mulai dari kelas 1A sampai 1D, dan itu berlanjut sampai saya duduk dibangku kelas 6.
          Lambat tapi pasti saya tumbuh menjadi seorang remaja. Pergaulan disekitar saya beraneka ragam. Hal tersebut membuat prestasi saya menurun secara signifikan, meski diterima di SMP dan SMA favorit di kota saya, tetapi saya tidak pernah menggoreskan prestasi sama sekali. Hingga suatu ketika saya terpilih menjadi bendahara pada salah satu cabang olahraga. itupun terpilih karena saya sempat mengenal dekat anggota cabang olahraga tersebut. Tidak beselang lama, saya dipindah menjadi sekretaris. Saya mulai mengurusi semua surat dan fotocopy ini itu. Dalam perjalanan saya mengurusi itu semua, sempat saya ditawari nota kosong. Saya manut saja dan saya bawa pulang. Sesampainya dirumah ibu marah sekali. Ibu bilang untuk apa nota kosong kalau pihak fotocopy bisa mengisi harga asli. Ibu berepesan pada saya, saya mungkin bisa memanipulasi harga fotocopy sesuai dengan yang saya inginkan demi mendapat keuntungan. Tapi petaka setelah itu yang tidak bisa dimanipulasi. Tuhan maha tahu segala yang kita perbuat.
         Semenjak itu, saya selalu bertanya pada ibu apakah langkah saya sudah benar atau tidak. Kalau benar saya akan melanjutkan, kalau salah saya akan bertanya bagaimana solusinya. Meskipun sekali waktu perlu adanya perdebatan diantara kami berdua. 

8 komentar:

  1. Wahhh foto balitanya masih lengkap.... cantik dan lucu...tumbuh kembang seorang anak memang tak lepas dr peran Ibu ya mbak,,
    Terimakasih sdh berbagi masa balitanya di GA saya...

    BalasHapus
  2. Foto masa kecilnya lengkapppp.... keren banget... trnyata sudah hebat sejak kecil

    BalasHapus
  3. aiih lucu-lucu yaaa foto masa kecilnya, sukses untuk GA nya yaa

    BalasHapus
  4. wah ternyata mbak ratna ini juara kelas ya

    BalasHapus