Rabu, 10 Desember 2014

Sepucuk Amplop Coklat



Siang ini tak terlalu terik ketika aku memutuskan untuk memindahkan 3 bungaku dari pot ke taman depan rumah. Memang semenjak pulang dari Pare rasa cintaku pada bunga naik beribu-ribu kali lipat dari pada sebelumnya. Entah apa alasannya, yang jelas tanaman hias yang tertanam dalam pot - pot dengan ukuran yang tidak terlalu besar, menarik minatku dengan begitu luarbiasa. Ada rasa bahagia yang melampaui batas ketika apa yang aku tanam dari bibit kemudian tumbuh dan berbunga. Dan seperti yang sempat aku ceritakan padamu, bahwa nanti aku ingin memiliki peternakan, persawahan, dan perkebunan bunga. Memang terlalu muluk sepertinya, tapi ijinkanlah aku bermimpi dan meraihnya.
Setelah selesai tugasku untuk menanam tadi, aku putuskan untuk menghabiskan waktu di dalam rumah seperti biasanya, karena memang belum ada panggilan dari sekolah-sekolah yang aku lamar. Sehingga aku hanya menghabiskan waktu untuk menulis, dan beberapa waktu lalu dua tulisanku lolos terbit menjadi dua buku antologi, yang munkin akan beredar awal tahun depan di toko-toko buku. Memang sempat beberapa kali ada panggilan kerja dari perusahaan ternama seperti garuda dan bank-bank di luar kota, tapi ibu melarangku dengan alasan aku harus menjadi guru. Ya sudahlah, toh tidak ada yang salah kan dengan profesi itu. Meski ada beberapa oknum yang memandang sebelah mata karena gaji guru dibilang cukup minim daripada perusahaan-perusahaan besar. Tapi menurutku, bukankah lebih penting keberkahan rezeki yang di dapat daripada sibuk membandingkan besar kecil pendapatan.
Hari ini tak sama seperti biasanya, ada motor terparkir di depan pintu pagar. Aku menengoknya dari jendela kemudian segera menghampiri. Ternyata pak pos sedang mengantarkan sebuah kiriman. Cukup heran, karena biasanya yang datang adalah bapak pengiriman jasa dari perusahaan-perusahaan swasta. Mengantarkan paket barang dari teman-temanku ataupun dari admin karena aku menang salah satu lomba. Kali ini yang aku terima adalah amplop coklat panjang yang isinya mungkin surat pemberitahuan. Aku tak smpat membacanya karena harus menandatangani surat terima dan segera membawa masuk. Setelah aku baca ternyata kamu yang mengirimkan sepucuk surat warna kuning.
Sudah berapa kali kau membuat kejutan yang tidak pernah aku duga. Mulai dari mengajakku ke kota Blitar, padahal tidak tahu jalan. Kemudian pergi ke Jogja dan mengendarai motor, sampai aku harus tidur dipundakmu berulang kali  karena perjalanan Pare-Jogja kita tempuh dalam waktu 12 jam. Lalu kamu mengirimiku lukisan makan malam pertama kita saat di Pare beserta ucapan selamat ulang tahun dan sedikit curhatanmu tentang rindu. Dan hari ini, kamu mengirimiku sepucuk surat beramplop coklat.

“Sayang, ternyata aku tak pandai menyembunyikan sesuatu darimu, terlebih tentang aku yang merindukanmu. Niat hati ingin memberi kejutan lewat surat ini setelah sidang selesai, justru terbongkar lebih cepat. Bahkan surat inipun nampaknya tidak menjadi hal yang mengejutkanmu. Tak apalah, semoga itu tanda baik. Bahwa tak ada hal sekecil apapun itu yang aku dan kamu sembunyikan. Siang ini rasanya aku ingin kamu hadir di depanku. Akan ku habiskan waktu hingga senja menjemput dengan memandangmu dalam diam. Dan aku akan bilang ‘kini aku benar-benar telah menemukan jawaban sebagai alasan mengapa aku harus cepat lulus’. Sayang, hari ini naskah tugas akhir akan ku ajukan untuk didaftarkan. Insya Allah minggu depan ujian dilaksanakan. Sampaikan salamku pada ibumu yang sempat bertanya kapan aku akan sidang. Ingin sebenarnya mentraktirmu nonton di bioskop. Ada film baru bulan ini. Tapi Jember terlalu sakral buatku jika kesana hanya untuk mengajakmu nonton,  sebelum keinginan utamaku terwujudkan, bertemu Bapak Ibumu. Tapi ini janjiku yang akan ku tepati setelah aku kesana. Terima kasih sayang, kau memberiku alasan mengapa tugas ini harus cepat rampung. Kemajuan teknologi memang begitu hebat, tapi manusia tetap dalam kendali alam. Teknologi tak mampu mengatasi kerinduan. Aku merindukanmu dengan jarak yang sulit ku kalahkan. I love You.”

Itu adalah kalimat akhir dari sepucuk surat darimu. Memang hanya sebagai ucapan terimakasih. Tapi itu cukup memunculkan rasa rindu luarbiasa yang berusaha aku tekan hingga batas waktu yang masih belum bisa kita tentukan. Rampungkan tugasmu dulu, aku juga sedang menyelesaikan tugasku. Dua cangkir teh dan beberapa buku sudah menunggu untuk kita nikmati kala senja bergulir.

Salam hangat dari Jember untuk Jogja. Semoga kita cepat dipertemukan dalam cerita bahagia selanjutnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar