Kamis, 23 Mei 2013

Terimakasih Telah Memberiku Kesempatan tuk Menjadi Guru Kalian


Untukmu murid-muridku. Kalian adalah satu. Satu diantara berjuta orang yang memberi warna. Satu diantara mereka yang mampu melahirkan kebahagiaan. Saat ini, nanti, dan semoga untuk selamanya.
Akan kurindukan senyuman dan canda kalian. Akan kurindukan celoteh kalian yang mampu memecahkan tawa.  Dan akan kurindukan sebutan “IBU” untukku. Andai aku bisa memilih, andai tak ada tuntutan tuk menggapai cita, andai aku mudah tuk meraih mimpi, kuingin tetap disini, berbagi dan saling mengisi.
Untukmu murid-muridku. Maaf jika keberdaanku tak berkenan, maaf jika pernah ada kata yang melukai, maaf jika semua tak seperti yang kalian harapkan, ketika dikelas ataupun saat menjaga kalian ujian. Sungguh tak pernah sedikitpun inginku tuk mengecewakan. Sungguh tak sedikitpun inginku membuat kalian terluka. Aku menyayangi kalian dalam diam, aku merindukan kalian disetiap malam.
Terimakasih telah bersedia duduk berjam-jam mendengarkan meski sangat membosankan. Terimakasih telah membuatku bahagia. Terimakasih untuk senyum, airmata, dan segala kenangan yang kalian berikan. Terimakasih telah menggoreskan cerita dilembaran hidupku. Dan terimakasih atas kesmpatan yang kalian berikan tuk menjadikanku seorang  guru.

“I MISS YOU XI Broadcasting dan XI Multimedia” ^^

Senja untuk Kita

Kau akan pergi menuntut ilmu di kota seberang dengan jarak yang cukup jauh. Mengambil gelar doktor yang sudah lama kau impikan. Tapi aku meyakini, selama hatimu terikat, maka kau akan hadir lagi disini, di kotaku, kota kita. Senja yang akan menuntunmu kembali, tanpa aku menuntutnya.
Akan ada banyak waktu yang kujalani sendiri. Merangkai mimpiku dan mempersiapkan diri menjadi yang terbaik untuk mendampingimu jika Tuhan mengijinkan.
Ketika aku duduk dipinggir jendela untuk menyaksikan hujan, aku tak pernah berhenti berharap bahwa kau akan hadir di ujung jalan, berlari menutup kepala dangan tas ransel yang biasa kau gunakan. Kemudian kita bersama menikmati kopi panas yang kutaruh diatas meja kayu, atau sekedar menikmati senja tanpa arah tujuan seperti yang biasa kita lakukan. Hingga akhirnya malam meredakan hari yang terang. Mengantarkan kita pada batas waktu yang menyesap sedemikian indah.
Apa kabarmu disana??
Aku merindukanmu. Merindukan sosokmu, orang yang tak pernah bisa lepas dari rokok dan kopi.
Aku menanti cerita tentang hari-harimu selama kau belajar di kota hujan.
Cepatlah pulang. Aku menunggumu disini.
Kita akan menghitung bintang yang bertaburan di langit gelap, atau sekedar menikmati sinar rembulan di antara lampu-lampu kota.

Aku menanti kedatanganmu. Berharap kau akan hadir disampingku dan mengucapkan satu hal. Setidaknya untuk meyakinkanku bahwa kau kembali untukku.
Jika kau malu, maka bisikkan saja ditelingaku. Walau hanya kata sederhana, aku tetap mengharapkannya.
Ucapkan perlahan dan biarkan aku menikmati kata demi kata.
aku mencintaimu”. Begitu katamu.
Jangan buru-buru mengungkapkan atau menyudahi.
Biarkan aku mengejanya seperti senja yang menenggelamkan mentari secara perlahan.
Karena pada akhirnya aku juga akan menjawab dengan kata yang sama..

Selasa, 14 Mei 2013

Dirimu Tak Akan Bahagia


Sudah cukup lama ku bersabar. Berusaha tak mengusik kehidupanmu dan dirinya. Berusaha tak lagi menjadikanmu lawan tapi kawan. Berjuta usaha yang ku tempuh tuk meyakinkanmu, dia, mereka dan semua bahwa ku tak mengharap masa itu kembali. Namun semua seakan sia-sia. Setiap langkahku, setiap ucapku selalu dikaitkan dengan satu nama. Dan kau selalu menyalahkan, menyudutkan hingga akhirnya semua isi hatiku meledak.
Mengapa kau tak menyalahkan mereka. Mereka yang lebih mengenalku sebagai pasangannya ketimbang sebagai kawannya. Mereka yang selalu mengaitkan namaku disetiap langkahnya. Mereka yang selalu membuat hidupku dekat dengan kehidupannya. Mereka yang membuat ku ada disaat dia ada.
Ku telah menemukan yang lain tapi kau tetap sangkutkanku pada satu nama itu. Dan ujungnya kau lagi-lagi menyalahkanku. Sampai akhirnya ku tak mengerti bagaimana alur pikiranmu.
Kadang ku tak mengerti apa salahku. Ku mengenalmu saja tidak, tiba-tiba kau hadir dan menghancurkan. Ku marah, kau menyalahkan kemarahanku. Ku bertindak dianggap pendendam. Kini ku diam, tapi malah kau usik kembali hidupku. Apa maumu?????
Terlalu sepikah, hingga harus kau kobarkan api agar ku menemani sunyinya hidupmu. Atau kau menginginkan bersaing denganku agar keberdaanmu dianggap oleh orang-orang disekitarku.
Terlalu miris rasanya ku melihatmu. Sampai rasa iba ku muncul atas dirimu yang seperti tak pernah bahagia, seperti tak punya Tuhan. Hidupmu selalu dihantui pikiran buruk, yang selalu takut akan kekalahan., yang hanya bisa menggantungkan kebahagiaan pada orang lain, yang takut akan keterpurukan.
Jika kau selalu seperti itu, SELAMAT kau akan mendapatkan gelar orang yang tak akan pernah bahagia.