Ibu adalah insan
berbudi utama. Hatinya begitu tulus dan lembut. Rela melakukan apapun demi
anaknya, meski diantaranya terkadang capai, lelah, bahkan sedang sakit. Tapi beliau
sebisa mungkin untuk menutupi agar putra putrinya tidak khawatir padanya.
Ibu adalah
anugrah terindah dari Tuhan untuk menemani dan menjaga buah hati. Begitu pula
ibunda saya. Beliau begitu sabar untuk membimbing dan menjaga saya setiap
waktu. Tangannya selalu terbuka untuk memeluk saya dalam keadaan apapun. Mendengar
cerita-cerita saya tanpa bosan. Membelai kepala saya ketika saya sedang
bermanja dipangkuannya dan mulai bercerita.
Ibunda saya merupakan
keturunan orang Solo. Meski begitu ibu tergolong orang yang sedikit keras
dibandingkan yang lain, tapi sungguh beliau sangat baik hati. beliau selalu member
batasan tegas untuk segala peraturan. Jika putih ya putih, jika hitam ya hitam,
tidak bingung dan terperangkap di zona abu-abu. Beliau akan menjadi orang
terdepan apabila saya dilukai, dan akan menjadi pendorong semangat terhebat.
Sewaktu saya kecil, beliau direpotkan kesana
kemari untuk meyiapkan sarapan dan bekal saya untuk pergi ke sekolah. Mengantarkan
saya hingga pintu gerbang rumah, kemudian mencium kedua pipi saya sambil
mendoakan kesuksesan saya, lalu melambaikan tangan ketika saya telah naik motor
bersama ayah hingga saya hilang dari pandangan beliau.
Suatu ketika,
beliau memeluk saya saat saya akan tidur siang. Beliau bercerita ngalor ngidul, sampai saya ingin
menangis dibuatnya. Bukan karena ceritanya, tapi rasa bersalah saya yang mulai
merambat perlahan hingga membuat kelopak mata saya basah. Bagaiman tidak,
sewaktu sekolah saya pernah mendiamkan beliau hanya karena uang saku saya tak
sama dengan teman-teman yang lain. Saat hari libur, saya tetap di rumah tanpa
diijinkan keluar seperti anak pingitan dan saya harus membeli semua keperluan
saya sendiri dengan uang tabungan saya. Padahal kalau sekarang dipikir, ibunda
saya pasti punya tujuan untuk itu. Membiasakan anaknya untuk tidak boros,
membiasakan anaknya berjuang untuk mendapatkan sesuatu, tapi malah saya diamkan.
Dan saat itu beliau berkata, beliau bangga pada saya. Sungguh berbanding
terbalik balasan beliau terhadap sikap saya.
Beliau tidak
pernah marah atas sikap saya. Meski saya diamkan seharian dan bebrapa kali kami
pernah terlibat perdebatan untuk memutuskan sesuatu. Malah beliau begitu
bijaksana dalam mengambil sikap untuk menghadapi saya. Tak pernah ada kata-kata
kasar ataupun menyinggung perasaan saya. Beliau berusaha sekuat tenaga untuk
menjaga hati saya agar tidak terlukai oleh perkataannya.
Ketika malam
telah berhasil menggulirkan matahari secara sempurna. Kami selalu menghabiskan
waktu bersama dengan scangkir teh hangat di depan tv. Kemudian makan malam
bersama jika nasi dan lauk ada. Tapi apabila lauk di piring tersisa cuma satu,
maka beliau selalu mengatakan bahwa sudah makan atau sudah mengantuk, agar lauk
itu hanya aku yang memakannya. Beliau rela kelaparan yang penting putrinya
kenyang.
Jika saya sedang
sakit. Ibunda selalu tidak tidur semalaman hanya untuk mengompres panas badan
saya hingga turun. Membuatkan bubur kemudian meyuapi, hingga rela tidak masuk
kerja demi menjaga anaknya.
Dan hal terbesar
yang beliau lakukan akhir-akhir ini ketika saya berada di Kediri. Saya merupakan
lulusan dari Universitas negeri di kota saya, kemudian melanjutkan untuk
belajar bahasa Inggris di Pare Kediri selama berbulan-bulan. Dikarenakan Kediri
cukup jauh dari kota saya, maka ibu memberi sejumlah uang bulanan kepada saya
melalui bank. Sempat saya bertanya mengapa kirimannya banyak sekali, beliau
selalu menjawab agar saya tidak kelaparan, kalaupun sisa beliau menyarankan
untuk menabung. Sempat saya menolak jumlah yang dibilang lumayan banyak, secara
saya tinggal di sebuah desa kecil bukan perkotaan. Saya juga paham perekonomian
keluarga saya, tapi ibu selalu meyakinkan bahwa semua baik-baik saja.
Sebulan saya di
Pare, ibu datang menjenguk bersama ayah. Ibu sampai di depan kost saya sekitar
pukul 9. Dia membawa banyak kardus berisi makanan dan sebagian baju serta buku
bahasa inggris. Setelah saya tanya, cepat sekali sampai di Pare. Padahal dari
Jember menuju Pare membutuhkan waktu minimal 7 jam. Dan saya dibuat tercengang,
karena beliau berangkat sebelum jam 12 malam demi bertemu saya. Setelah ngobrol
kesana kemari, dan sempat makan siang serta solat, pukul dua siang beliau pamit
untuk pulang. Sungguh saya tidak tega, dan menangis seketika saat itu. Kota kami
bukan kota yang dekat. Butuh waktu lama dan cukup menguras tenaga. Sedangkan beliau
hanya beberapa jam saja demi membawakan saya makan. Beliau memanfaatkan hari
minggu karena libur bekerja.
Sejak saat itu
saya melarang ayah dan ibunda saya datang. Bukan tidak ingin bertemu, tapi saya
tidak tega pada keadaan mereka. Saya yang akan sering pulang jika ada libur. Dan
syukur beliau menyetujui. Berbulan-bulan saya di Pare. Sekitar setengah tahun
lebih. Akhirnya saya lulus juga dari tempat ini. Saya kembali pulang ke rumah
dan tinggal bersama ayah ibu lagi. Sempat kaget melihat kondisi ibunda yang
sedikit kurus daripada bulan sebelum-sebelumnya, ketika saya pulang karena
mendapat jatah liburan. Tapi beliau selalu meyakinkan bahwa semua baik-baik
saja.
Tak lama setelah
itu, ayah bercerita. Bahwa mereka hanya makan dengan nasi putih dan tempe
ataupun nasi putih dengan sayur saja tanpa lauk. Yang penting saya bisa makan
diperantauan dan tidak susah jika membutuhkan sesuatu. Ada rasa bersalah yang
begitu luar biasa kepada ayah, terlebih ibu karena beliau yang mengatur
perekonomian keluarga kami.
Kini rambut
putihnya semakin banyak, sering merasa sakit dibagian kaki atau sendi-sendi
yang lain. Tenaganya tak sekuat dulu. Tapi beliau selalu tersenyum ketika saya
tanya sakit dibagian mana. Pernah beliau mengatakan “telapak kai ibuk kok sakit
ya, tapi gak apa-apa kok masih bisa buat jalan”. Selalu saja ada kata-kata
tidak apa-apa, seakan meyakinkan semua dalam kondisi baik.
Sungguh hati ibunda
lebih luas dari samudra. Beliau akan mengorbankan apapun untuk saya, sekalipun
nyawanya. Tidak pernah mengeluh dan menyerah dalam kondisi apapun. Semoga ibu
selalu diberi kesehatan dan keberkahan usia agar bisa menemani saya hingga
nanti.
Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
BalasHapusSegera didaftar
Salam hangat dari Surabaya
sudah pakdhe, emailnya sudah saya balas. untuk profil saya sudah saya kirim ke fb. terima kasih :)
BalasHapus