Tulisan ini untuk para sahabatku. Semoga suatu saat kita bisa berkumpul kembali, ketika masing-masing sudah mempunyai keluarga kecil sendiri.
Malam ini langit tampak berbintang. Aku duduk di pinggir jendela kamar yang
sengaja ku padamkan lampunya. Kunikmati semilir angin yang menghampiri. Dinginpun
mulai menusuk tulang-tulangku yang semakin menua. Kupandangi gelap sawah yang
terhampar luas dengan dihiasi lampu-lampu kota dari kejauhan. Lalu kualihkan
pandangan pada sekelompok gadis belia yang sedang asik bertukar cerita diatas amben. Seketika itu rinduku menyeruak.
Memaksa otakku untuk mencari memori masa lampau. Terbesitkan senyum-senyum yang
menemaniku saat bersama menjabat sebagai seorang mahasiswa.
Teleponku tiba-tiba berdering, membuyarkan
lamunan tentang masalalu. Ah, ternyata suamiku sedang mengabarkan bahwa ia akan
pulang terlambat. Memang saat ini sepertinya banyak sekali urusan kantor yang
harus ia selesaikan segera. Tapi ya sudahlah, toh aku sudah mulai terbiasa
menikmati makan malam sendiri.
Saat kuletakkan telepon, tak sengaja kulihat
buku yang berdebu disamping komputer butut dipojok kamar, lalu kumembawanya
kasamping jendela. Ya jendela ini adalah tempat favoritku, entah mulai kapan
dan sudah berapa lama. Tapi dari sini aku bisa menemukan berbagai inspirasi
atau sekedar melepas penat setelah seharian bekerja, tentunya ditemani
secangkir kopi panas.
Perlahan kubuka buku yang tampak usang.
Kutiup debu pada lembaran-lembaran yang sudah termakan usia. Ternyata sebuah
album foto tentang perjalananku dengan suamiku. Mulai dari pertama bertemu
hingga akhirnya kami memutuskan untuk menikah beberapa tahun silam. Pada lembar
akhir, terdapat foto berukuran besar. Banyak senyum sumringah tampak disana. Potret bersama kawan-kawan kuliah yang
meluangkan waktunya untuk menengok lahiran putra pertamaku. Ah dimana mereka kini, sudah dua tahun belakangan
tak ada kabar sama sekali.
Pikiranku mulai bersafari. Mengingat detail
peristiwa tentang pertemuanku dengan mereka. Sedikit sulit untuk membuka memori
tujuh tahun lalu, saat kami dipertemukan pada sebuah bangunan sederhana
dibelakang warung. Dengan tak sengaja menyewa kamar di lantai bawah, akhirnya
kami merajut sepenggal kisah. Mulai dari menghabiskan waktu untuk bercerita,
mengerjakan tugas, makan bersama, atau sekedar melihat film. Kebersamaan itu
membuat kami menjadi akrab layaknya saudara. Dan kini kurindukan saat-saat itu.
Tak lama kudengar sebuah ketukan,
kuletakkan album pada tempat semula dan bersegera membukakan pintu. Ternyata
suamiku telah pulang. Dengan dandanan yang sedikit berantakan, dan muka yang
terlihat letih, ia sempatkan tuk tersenyum membalas sambutanku. Tanpa basa basi
seperti biasanya, ia bersegera membersihkan diri lalu mengajakku shalat
berjamaah. Setelah itu kami menghabiskan waktu dengan saling bertukar cerita.
Sudah lama aku tak berbincang dengannya seperti ini, mungkin karena kesibukan
kami yang cukup menguras waktu dan tenaga. Biasanya kami hanya saling menyapa,
menanyakan kabar, membicarakn putra kami di sela-sela sarapan, kemudian
sama-sama pergi bekerja. Tapi tidak
untuk hari ini, kami menghabiskan waktu di balkon rumah. Kebetulan putra kami
sedang berlibur di rumah neneknya. Suasana menghangat ketika kami memulai
cerita dengan mengenang masalalu, hingga akhirnya menceritakan apa yang dialami
belakangan ini, dan rencana apa yang akan kami lakukan saat liburan yang
tinggal beberapa hari lagi. Kuhela nafas panjang, kupikir seperti biasanya
saja, pulang ke kampung halaman untuk melepas rindu pada ibu bapak dan ia menyetujuinya
sembari mengatakan, bahwa ada yang ikut serta pada liburan kami kali ini. Saat
ku tanya, ia hanya tersenyum lalu menghisap rokok dan menyruput kopi panasnya.
Akankah itu sahabat-sahabatku, entahlah semua masih dirahasiakan.
#untuk para sahabatku: lia, ninda, ita,
yuni, rona, tsalis, mbak bibi, dan para penghuni kosan mbak indah (vira, linda,
rini, ulfi, cece, dinda, vivi, denok, zulfa) dan yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar