Sabtu, 13 Juli 2013

Sepenggal Kisah


Tulisan ini untuk para sahabatku. Semoga suatu saat kita bisa berkumpul kembali, ketika masing-masing sudah mempunyai keluarga kecil sendiri.

Malam ini langit tampak berbintang.  Aku duduk di pinggir jendela kamar yang sengaja ku padamkan lampunya. Kunikmati semilir angin yang menghampiri. Dinginpun mulai menusuk tulang-tulangku yang semakin menua. Kupandangi gelap sawah yang terhampar luas dengan dihiasi lampu-lampu kota dari kejauhan. Lalu kualihkan pandangan pada sekelompok gadis belia yang sedang asik bertukar cerita diatas amben. Seketika itu rinduku menyeruak. Memaksa otakku untuk mencari memori masa lampau. Terbesitkan senyum-senyum yang menemaniku saat bersama menjabat sebagai seorang mahasiswa.

Teleponku tiba-tiba berdering, membuyarkan lamunan tentang masalalu. Ah, ternyata suamiku sedang mengabarkan bahwa ia akan pulang terlambat. Memang saat ini sepertinya banyak sekali urusan kantor yang harus ia selesaikan segera. Tapi ya sudahlah, toh aku sudah mulai terbiasa menikmati makan malam sendiri.

Saat kuletakkan telepon, tak sengaja kulihat buku yang berdebu disamping komputer butut dipojok kamar, lalu kumembawanya kasamping jendela. Ya jendela ini adalah tempat favoritku, entah mulai kapan dan sudah berapa lama. Tapi dari sini aku bisa menemukan berbagai inspirasi atau sekedar melepas penat setelah seharian bekerja, tentunya ditemani secangkir kopi panas.

Perlahan kubuka buku yang tampak usang. Kutiup debu pada lembaran-lembaran yang sudah termakan usia. Ternyata sebuah album foto tentang perjalananku dengan suamiku. Mulai dari pertama bertemu hingga akhirnya kami memutuskan untuk menikah beberapa tahun silam. Pada lembar akhir, terdapat foto berukuran besar. Banyak senyum sumringah tampak disana. Potret bersama kawan-kawan kuliah yang meluangkan waktunya untuk menengok lahiran putra pertamaku.  Ah dimana mereka kini, sudah dua tahun belakangan tak ada kabar sama sekali.

Pikiranku mulai bersafari. Mengingat detail peristiwa tentang pertemuanku dengan mereka. Sedikit sulit untuk membuka memori tujuh tahun lalu, saat kami dipertemukan pada sebuah bangunan sederhana dibelakang warung. Dengan tak sengaja menyewa kamar di lantai bawah, akhirnya kami merajut sepenggal kisah. Mulai dari menghabiskan waktu untuk bercerita, mengerjakan tugas, makan bersama, atau sekedar melihat film. Kebersamaan itu membuat kami menjadi akrab layaknya saudara. Dan kini kurindukan saat-saat itu.

Tak lama kudengar sebuah ketukan, kuletakkan album pada tempat semula dan bersegera membukakan pintu. Ternyata suamiku telah pulang. Dengan dandanan yang sedikit berantakan, dan muka yang terlihat letih, ia sempatkan tuk tersenyum membalas sambutanku. Tanpa basa basi seperti biasanya, ia bersegera membersihkan diri lalu mengajakku shalat berjamaah. Setelah itu kami menghabiskan waktu dengan saling bertukar cerita. Sudah lama aku tak berbincang dengannya seperti ini, mungkin karena kesibukan kami yang cukup menguras waktu dan tenaga. Biasanya kami hanya saling menyapa, menanyakan kabar, membicarakn putra kami di sela-sela sarapan, kemudian sama-sama  pergi bekerja. Tapi tidak untuk hari ini, kami menghabiskan waktu di balkon rumah. Kebetulan putra kami sedang berlibur di rumah neneknya. Suasana menghangat ketika kami memulai cerita dengan mengenang masalalu, hingga akhirnya menceritakan apa yang dialami belakangan ini, dan rencana apa yang akan kami lakukan saat liburan yang tinggal beberapa hari lagi. Kuhela nafas panjang, kupikir seperti biasanya saja, pulang ke kampung halaman untuk melepas rindu pada ibu bapak dan ia menyetujuinya sembari mengatakan, bahwa ada yang ikut serta pada liburan kami kali ini. Saat ku tanya, ia hanya tersenyum lalu menghisap rokok dan menyruput kopi panasnya. Akankah itu sahabat-sahabatku, entahlah semua masih dirahasiakan.


#untuk para sahabatku: lia, ninda, ita, yuni, rona, tsalis, mbak bibi, dan para penghuni kosan mbak indah (vira, linda, rini, ulfi, cece, dinda, vivi, denok, zulfa) dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar