Kamis, 06 Juni 2013

Diam Seorang Ayah

Ayah bukan orang yang istimewa. Hanya seorang imam dalam keluarga. Laki-laki yang menjadi panutan bagi anak dan istri. Sosok lelaki yang membimbing keluarganya di jalan ilahi. Ayah bukan orang yang istimewa. Namanya jarang disebut dibanding ibu.
Ya, ibu… yang mengandung dan melahirkan putra putrinya dengan menaruhkan nyawanya.
Jika anaknya menangis, maka dia akan berlari kepelukan ibu. Mengharap belaian ibu dapat menentramkan dan menguatkan hatinya.
Ibu.. ibu.. ibu.. seorang yang sangat istimewa. Dan ibu akan tetap menjadi orang yang paling istemewa. Tak ada yang dapat merubah kenyataan itu. Hal itu yang membuat ayah seperti tak terlalu spesial.
Ayah memang bukan orang yang istemewa. Bukan orang papan atas yang selalu ingin dipuji. Bukan pejabat yang gila hormat.
Bagiku ayah sosok orang yang kuat. Tak pernah mengeluh meski rapuh. Tak pernah menangis meski sakit. Dimataku ayah orang yang hebat. Maski selalu diam seperti tak peduli.
Sebenarnya ayah diam bukan karena tak sayang. Tak berkata bukan karena tak mau tahu. Tapi ayah hanya tak mau menambah beban. Tak mau memperkeruh keadaan. Tak ingin mempersulit persoalan yang rumit.
Ayah mengajarkan kesabaran. Memafkan setiap orang yang telah melukai perasaan. Mengajarkan ketegaran hidup walau telah terhempas suram dalam kelam. Mangajarkan ketangguhan maski harus menggenggam bara api.
Ayah selalu melukiskan senyum. Bertutur kata lembut menentramkan jiwa.
Ayah memang bukan orang yang istimewa. Tapi ayah yang melindungi dan menjaga keluarganya.
Selamanya. . . . dan sepanjang usianya.
Seketika aku membuatnya bangga, maka dia laki-laki pertama yang akan bertepuk tangan akan keberhasilanku.

2 komentar: