Kamis, 06 Juni 2013

Saya dan Lumba-lumba

Dolphin atau orang Indonesia menyebutnya lumba-lumba, adalah hewan yang paling saya suka. Saya sendiri tidak terlalu ingat kapan tepatnya mulai menyukai hewan pintar ini.  Seingat saya, saya sudah menaruh hati pada hewan lumba-lumba sejak taman kanak-kanak, ya anggap saja cinta tak tergantikan, tapi bukan berarti saya tidak normal. Saya mencintai lumba-lumba layaknya manusia yang mencintai hewan peliharaannya.
Saya mengenal nama lumba-lumba sejak ada pertunjukkan di kota saya, kota Jember lebih tepatnya. Saya diantar ayah, pergi beserta teman-teman dan guru-guru TK saya untuk melihat pertunjukan itu. Saya ingat saat itu saya hanya bisa mengahafal penjumlahan, dan ekstrimnya lumba-lumba yang saya tonton sedang memainkan angka, tidak hanya penjumlahan tapi juga perkalian (lebih pintar lumba-lumba daripada saya).
Namun tak bisa dipungkiri, kecerdasan hewan mamalia itu membuat saya kagum dan menjatuhkan hati. Anehnya setelah pulang kerumah, saya malah mempunyai keinginan untuk memliihara,  tapi mau dipelihara dimana?? Jadi saya putuskan untuk mengagumi tanpa memiliki
Lambat laun, saya mulai lupa tentang hewan kesayangan saya. Hingga saya beranjak menjadi remaja SMA.  Saya ingat saat itu saya baru memecah celengan untuk membeli handphone baru, dan kebetulan teman saya menjual gantungan ‘HP’ yang terbuat dari kain flanel. Pada saat itu saya ingin membeli gantungan berbentuk hati berwarna hitam, sepertinya lucu jika dipasang pada handphone saya. Akan tetapi saya tidak membeli itu melainkan menjatuhkan pilihan pada yang kedua, yaitu berbentuk ikan berwarna merah marun. Kebetulan merah marun merupakan warna favorit saya sejak SMP. Setelah saya membeli dan memasangkan pada handphone saya, saat itulah saya kembali mencintai lumba-lumba.
Pada ulang tahun yang ke 17 saya mendapatkankan kado boneka lumba-lumba dari sahabat saya bernama "Inggie Narisma". Kemudian sahabat saya SMP yang kebetulan juga bernama Inggi, memberikan hadiah lumba-lumba saat akan pindah ke kota Surabaya untuk melanjutkan kuliah. Lalu saat saya berusia 19 tahun, saya juga mendapat kejutan dari seseorang yang menjabat sebagai pasangan saya pada saat itu, memberikan boneka lumba-lumba berukuran besar, dan banyak lagi teman-teman saya yang memberikan kado boneka lumba-lumba, dan anehnya semua berwarna pink.
Kini barang saya mulai dua boneka besar yang menemani saya tidur, gantungan handphone, gantungan kunci rumah, gantungan kunci motor, gantungan flasdisk, gantungan tas, dan sebagainya, semua berbentuk lumba-lumba. Ya bisa dibilang lumba-lumba menemani kapanpun dan dimanapun saya berada.
Namun, dari sekian barang saya yang berbentuk lumba-lumba, ada satu "lumba-lumba" yang paling saya sayangi. Mungkin karena peristiwa mendapatkannya sangat mengharukan. Saat itu semua teman seangkatan sedang sibuk dengan urusan masing-masing, skripsi lebih tepatnya dan saya salah satu mahasiswa yang menjalankannya. Ditengah penantian saya menunggu dosen, teman karib saya datang, namanya Miftah Widyan Pangastuti atau lebih akrab dipanggil "Ita’. Dengan ransel dipundak, berpakaian tomboy tapi tetap berhijab dan gaya jalannya yang tidak pernah berubah, dia melemparkan senyum tiada henti saat menghampiri saya. Sumringah kata orang jawa. Setelah tepat berada dihadapan saya, dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Dolphin berwarna biru berukuran medium. Tapi bukan peristiwanya yang membuat saya terharu, tapi pembicaraannya saat menyerahkan boneka itu. Dia berkata bahwa ketika dia melihat lumba-lumba itu dia ingat saya dan berniat menyerahkan lumba-lumba mungil itu pada saya sejak 2 minggu yang lalu tapi tak pernah bertemu, karena selama 2 minggu saya harus menjaga bapak di Rumah Sakit, bahkan saat teman saya yang kebetulan juga pecinta lumba-lumba ingin memiliki, dia tidak memberikan. Oh God, so sweet. Terimakasih kawan.


1 komentar:

  1. Thanks for info ya
    Jangan lupa kunjungi website kami juga https://bit.ly/2NjQtoh

    BalasHapus