Rasa malasku selalu datang
setiap aku harus duduk bergelut dengan buku dan komputer. Mencari
segala sesuatu yang mungkin bisa memberiku sedikit semangat, tapi tak
ada. Hingga akhirnya ibu menemaniku mengerjakan dengan bercerita ngalor ngidul, dan aku hanya menanggapi dengan senyum tanpa menoleh kearahnya.
Sejenak mataku mulai panas karena menahan air mata agar tidak menetes. Kemudian aku memeluk erat wanita paruh baya yang sudah beruban. Aku merasa bahwa aku sangat beruntung terlahir dari rahimnya.
Berapapun usiaku saat ini, sesibuk apapun aktivitasku. Beliau tetap menganggapku anak kecilnya yang lugu. Anak semata wayangnya yang akan terus beliau jaga.
Sesaat aku mengingat semuanya, betapa banyak kesalahan yang kuciptakan. Ketika aku mengeluh karena uang sakuku hanya separuh dari teman-temanku. Ketika aku tak menyapa beliau karena tak diperbolehkan keluar sebagaimana teman-temanku yang bebas pergi kemanpun. Ketika aku marah karena aku harus membeli ponsel dan semua kebutuhanku sendiri. Ketika aku menyesali bahwa keadaanku tak singkron dengan pendapat orang yang mengatakan bahwa anak semata wayang itu pasti dimanja. Belum lagi banyak kepercayaan yang beliau berikan dan kukhianti dengan mengatakan pergi ke utara ternyata ke selatan. Pergi dengan si A ternyata dengan si B.
Allahuakbar. Allah maha besar. Semoga ridhaNya selalu tercurah untuk bapak ibu.
Sungguh mulia hati mereka. Selalu berusaha tersenyum meski aku tahu diantaranya kadang dalam keadaan sakit. Mengatakan mengantuk saat makan malam, karena lauk yang tersisa diatas piring hanya satu dan itu diberikan kepadaku. Bekerja paruh waktu hanya untuk membeli sebuah komputer sebagai hadiah ulang tahunku. Membanting tulang demi membelikanku sebuah motor, agar aku tak naik angkot dan jalan kaki saat sekolah. Selalu mengirimkan sms jika aku tak dirumah, hanya untuk mengingatkan makan dan solat.
Sungguh aku bahagia setiap ibu melepaskanku di ujung pintu rumah dengan doa. Sedangkan ayah yang selalu setia mengantarkanku kemana saja, kemudian ayah mencium kedua pipiku setelah aku mencium tangannya. Dan aku selalu bahagia berada diantara mereka.
Aku tak pernah malu saat ayah memarkir motornya diantara mobil mewah kemudian berjalan untuk mengantarkanku daftar ulang saat sekolah, atau ayah menjemputku ketika hujan lebat dengan memakai jas hujan yang bagian sampingnya robek, hingga baju kami basah kuyub saat sampai rumah.
Subhanallah. Betapa besar kasih sayang mereka dan aku tak pernah sepenuhnya menyadari.
Kini ku temukan apa yang aku cari. Merekalah semangatku yang doanya tak pernah terputus untuk mengiringi meski telah sering dikecewakan. Semoga Allah senantiasa melindungi.
Sejenak mataku mulai panas karena menahan air mata agar tidak menetes. Kemudian aku memeluk erat wanita paruh baya yang sudah beruban. Aku merasa bahwa aku sangat beruntung terlahir dari rahimnya.
Berapapun usiaku saat ini, sesibuk apapun aktivitasku. Beliau tetap menganggapku anak kecilnya yang lugu. Anak semata wayangnya yang akan terus beliau jaga.
Sesaat aku mengingat semuanya, betapa banyak kesalahan yang kuciptakan. Ketika aku mengeluh karena uang sakuku hanya separuh dari teman-temanku. Ketika aku tak menyapa beliau karena tak diperbolehkan keluar sebagaimana teman-temanku yang bebas pergi kemanpun. Ketika aku marah karena aku harus membeli ponsel dan semua kebutuhanku sendiri. Ketika aku menyesali bahwa keadaanku tak singkron dengan pendapat orang yang mengatakan bahwa anak semata wayang itu pasti dimanja. Belum lagi banyak kepercayaan yang beliau berikan dan kukhianti dengan mengatakan pergi ke utara ternyata ke selatan. Pergi dengan si A ternyata dengan si B.
Allahuakbar. Allah maha besar. Semoga ridhaNya selalu tercurah untuk bapak ibu.
Sungguh mulia hati mereka. Selalu berusaha tersenyum meski aku tahu diantaranya kadang dalam keadaan sakit. Mengatakan mengantuk saat makan malam, karena lauk yang tersisa diatas piring hanya satu dan itu diberikan kepadaku. Bekerja paruh waktu hanya untuk membeli sebuah komputer sebagai hadiah ulang tahunku. Membanting tulang demi membelikanku sebuah motor, agar aku tak naik angkot dan jalan kaki saat sekolah. Selalu mengirimkan sms jika aku tak dirumah, hanya untuk mengingatkan makan dan solat.
Sungguh aku bahagia setiap ibu melepaskanku di ujung pintu rumah dengan doa. Sedangkan ayah yang selalu setia mengantarkanku kemana saja, kemudian ayah mencium kedua pipiku setelah aku mencium tangannya. Dan aku selalu bahagia berada diantara mereka.
Aku tak pernah malu saat ayah memarkir motornya diantara mobil mewah kemudian berjalan untuk mengantarkanku daftar ulang saat sekolah, atau ayah menjemputku ketika hujan lebat dengan memakai jas hujan yang bagian sampingnya robek, hingga baju kami basah kuyub saat sampai rumah.
Subhanallah. Betapa besar kasih sayang mereka dan aku tak pernah sepenuhnya menyadari.
Kini ku temukan apa yang aku cari. Merekalah semangatku yang doanya tak pernah terputus untuk mengiringi meski telah sering dikecewakan. Semoga Allah senantiasa melindungi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar