Rabu, 03 Juli 2013

Kalung untuk Ibu (part2)


Gadis itu adalah teman sekamarku. Dia punya banyak cara untuk membahagiakan ibunya. Sedangkan aku masih bingung tentang apa yang harus aku berikan. Ibu pernah bercerita bahwa beliau pernah melihat kalung di pasar. Tapi jangankan untuk membelikan kalung, semua gajiku selalu habis untuk kuliah dan biaya hidup keluargaku. Adikku kini juga sudah duduk dibangku kelas 6 SD dan tak lama lagi akan melanjutkan ke SMP, semakin banyak biaya yang akan dibutuhkan. Sudah lama ku menabung, namun uangnya tak cukup juga. Terlebih lagi untuk membeli kalung yang ibu inginkan. Sebenarnya ibu tidak minta, hanya saja setiap kepasar dan melewati toko emas, beliau selau melirik dan tersenyum saat melihat kalung itu. Hingga akhirnya ku berpikir, ku akan membelikan kalung itu sebagai hadiah ulang tahun ibu kelak.

Uang ditabunganku sepertinya telah cukup. Aku akan segera pulang, sudah 3 bulan ku tak mengunjungi kampungku. Ku rindu ibu dan adikku satu-satunya. Jika ku pulang nanti, aku akan mengajak ibu ke pasar.
-----:-----
Sudah 3jam perjalanan, namun tak kunjung sampai. Ku sudah tidak sabar melihat senyum diwajah ibu yang semakin terlihat tua, ku juga sudah tak sabar mendengar cerita-cerita adikku yang akan beranjak remaja.
Gapura desaku telah tampak, hatiku sedikit tenang karena tak lama lagi ku akan sampai rumah. Namun tiba-tiba perasaanku tak enak, terlebih ku lihat banyak orang yang berjalan menuju rumahku. Dan ternyata benar, semua orang berdatangan. Aku panik melihat kedaan itu dan langsung berlari kedalam rumah. Ternyata ibu telah terbujur kaku. Ibu menjemput ayah tuk mengahadap Tuhan. Aku menangis sejadi-jadinya. Belum sempat aku melihat senyum itu yang biasanya dilakukan ibu untuk menyambut kedatanganku. Belum sempat aku merasakan kembali belaian rindu ibu yang selalu dilakukan setiap aku bermanja dipangkuannya. Belum sempat aku membelikan sebuah kalung yang beliau inginkan dari dulu, dan kini ibu telah pergi meninggalkanku.
Adikku yang dari tadi menahan air mata, memandangku lekat-lekat, ada kesedihan luar biasa yang ia katakan dalam diam. Tubuhnya yang semakin kurus dan pakaiannya yang terlihat lusuh, membuatku semakin tak tega manatap mata sayunya. Aku peluk ia erat-erat. Aku tak ingin kehilangnya. Hanya dia harta paling berharga yang kini ku miliki dan akan aku arungi pahit manis kehidupan bersamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar