Selasa, 22 Desember 2015

Kenapa Saya sebagai Perempuan Butuh Bekerja?

Saya ingin menjadi pegawai kantoran sejak lama. Menurut saya memakai seragam kantor terlihat keren, dan lagi tentu penghasilan yang lumayan bisa saya pegang, dan itu alasan saya kenapa saya enggan menjadi guru atau ibu rumah tangga. Dan saya tetap kekeuh dengan pendapat saya ketika pasangan saya saat itu menginginkan saya untuk di rumah saja untuk nantinya bisa mengawasi anak. Seiring berjalannya waktu, saya tahu kenapa orang tua dan orang-orang disekitar saya menyarankan saya menjadi guru.


Ketika saya lulus dari universitas, saya merantau ke kota orang, Pare, Kediri. Disana saya menghabiskan waktu untuk mengasah kemampuan bahasa asing saya. Awalnya sedikit kesusahan untuk beradaptasi, karena komunikasi sehari saja harus menggunakan bahasa asing, terutama di camp atau semacam asrama. Berbicara bahasa Indonesia langsung mendapat point hukuman, dan apabila melampaui 25 point akan dikeluarkan. Tersiksa awalnya, tapi karena keterpaksaan itu akhirnya menjadi sebuah kebiasaan, meski grammar kadang salah.

Pulang dari kota perantauan, tidak mungkin saya mengaplikasikan dengan bapak ibu saya, karena mereka tidak tahu arti kalimat yang saya bicarakan. Kemudian saya putuskan untuk bergabung ke lembaga bimbingan belajar untuk mengajarkan bahasa inggris. Hal tersebut hanya berlangsung beberapa bulan saja karena saya mendapat panggilan di dunia perbankan.

Yeeeyyy. Impian saya terlaksana, saya menjadi pegawai kantoran. Mendapat upah yang lumayan untuk saya yang masih berstatus single itu merupakan hal yang membahagiakan. Saya bisa membeli segala sesuatu sendiri tanpa mengadahkan tanggan pada orang tua. Berjalan hampir setahun, saya harus berada dalam perawatan dokter selama hampir dua bulan dan akhirnya memutuskan resign.

Setelah itu banyak perenungan yang saya lakukan. Yes, saya tahu kenapa orang tua menyarankan guru. Ini bukan tentang penghasilan, ibu saya sering berbicara “nrimo lan legowo”, ikhlas dengan segala sesuatu yang diterima. Kalau rezeki berkah, insya allah tidak ada kendala didalamnya. Banyak pelajaran yang saya ambil. Ketika saya kerja di kantor, pulang larut malam, dan tugas yang begitu banyak membuat saya melambatkan waktu solat. Nanti dulu lah, dhuhur belum berakhir. Kalo sudah mendekati jam 2 barulah ambil wudhu. Atau ketika penghitungan salah harus mengganti dengan uang pribadi, dan pernah mengganti lebih dari separuh gaji. Terakhir, ilmu saya tidak bertambah sedikit pun, tidak ada waktu membaca atau bertukar info berkualitas. Obrolan setiap hari hanya seputar problem kantor atau gesek sana sini untuk dapat muka atasan.
Oke fix, saya putuskan menjadi guru. Ini bukan alasan  utama mendapat penghasilan. Tapi saya tahu teman-taman saya yang sudah berpengalaman mereka lebih jago dan lebih menguasai meteri karena ilmu tidak akan pernah berkurang ketika dibagikan. Saya yakin ilmu saya akan bermanfaat.

Alasan lain, ibu saya selalu bersujud setiap malam. Mencari rizki setiap pagi untuk biaya sekolah anak semata wayangnya. Untuk membantu meringankan tugas suaminya. Dan betapa bangganya ibu ketika menceritakan pada kakak-kakanya “ANAK SAYA WISUDA”.  Ada pengharapan luar biasa dari kalimat itu. Dan mengapa saya ingin bekerja, saya tidak ingin keringat ibu saya menetes sia-sia atau alih-alih sebagai pelepas dahaga ibunda saya yang ingin melihat anaknya mengabdikan diri menjadi seorang pendidik. Setidaknya saya bisa melimpahkan rezeki yang tidak seberapa kepada beliau berdua dan mertua saya kelak.
Untuk calon suami saya, ketika nanti kita menikah perkenankan saya bekerja. Meski saya yakin kau tidak akan membiarkan saya dan anak-anak saya kelaparan. Saya janjikan untuk tetap mengabdi,  tetap menjadikan keluarga sebagai prioritas utama dengan tidak melebihi jam kerja suami dan merawat anak dengan sebaik mungkin. Saya ingin menjadi ibu dan istri yang cerdas untuk keluarga, saya tidak ingin menjadi perempuan yang hanya hidup interior yang hanya tahu berita dari surat kabar dan dunia online. Saya butuh interaksi dengan orang sekitar saya. Saya butuh tahu pergaulan luar untuk nantinya melepas anak saya tumbuh kembang bersama kawan sebayanya. Biarkan saya bermanfaat untuk keluarga dan orang lain. Bukankan itu inti dari hidup. Beribadah tak sebatas sujud pada Tuhan, tapi juga mencari ilmu. Dan saya pastikan anak-anak saya akan berkembang dengan begitu luar biasa, menjadi pemberani untuk mengahadapi segala sesuatu karena tak melulu ada ibu disampingnya yang siap menjadi tameng untuk perlindungan. Meski dibalik itu saya akan mengawasi mereka dengan ketat , karena pergaulan saat ini yang terlampau tidak sehat.

Tulisan saya bukan berarti wanita tidak bekerja itu tidak baik. Itu tidak benar sama sekali, karena setiap perempuan berhak menetukan hidupnya masing-masing. menjadi wanita karir atau menjadi ibu rumah tangga. Kerena ada juga yang terlalu mementingkan karir, hingga mengorbankan keluarga. bertemu anaknya malam hari dan anaknya sudah tertidur terlebih anaknya dalam kondisi sakit. Menurut saya alangkah baiknya jika melepas pekerjaannya untuk anak yang sangat membutuhkan ibu disampingnya setiap waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar