Saya ingin menjadi pegawai kantoran sejak lama. Menurut saya
memakai seragam kantor terlihat keren, dan lagi tentu penghasilan yang lumayan
bisa saya pegang, dan itu alasan saya kenapa saya enggan menjadi guru atau ibu
rumah tangga. Dan saya tetap kekeuh dengan pendapat saya ketika pasangan saya
saat itu menginginkan saya untuk di rumah saja untuk nantinya bisa mengawasi
anak. Seiring berjalannya waktu, saya tahu kenapa orang tua dan orang-orang
disekitar saya menyarankan saya menjadi guru.
Ketika saya lulus dari universitas, saya merantau ke kota
orang, Pare, Kediri. Disana saya menghabiskan waktu untuk mengasah kemampuan
bahasa asing saya. Awalnya sedikit kesusahan untuk beradaptasi, karena
komunikasi sehari saja harus menggunakan bahasa asing, terutama di camp atau
semacam asrama. Berbicara bahasa Indonesia langsung mendapat point hukuman, dan
apabila melampaui 25 point akan dikeluarkan. Tersiksa awalnya, tapi karena
keterpaksaan itu akhirnya menjadi sebuah kebiasaan, meski grammar kadang salah.
Pulang dari kota perantauan, tidak mungkin saya
mengaplikasikan dengan bapak ibu saya, karena mereka tidak tahu arti kalimat
yang saya bicarakan. Kemudian saya putuskan untuk bergabung ke lembaga
bimbingan belajar untuk mengajarkan bahasa inggris. Hal tersebut hanya
berlangsung beberapa bulan saja karena saya mendapat panggilan di dunia
perbankan.
Yeeeyyy. Impian saya terlaksana, saya menjadi pegawai
kantoran. Mendapat upah yang lumayan untuk saya yang masih berstatus single itu
merupakan hal yang membahagiakan. Saya bisa membeli segala sesuatu sendiri tanpa
mengadahkan tanggan pada orang tua. Berjalan hampir setahun, saya harus berada
dalam perawatan dokter selama hampir dua bulan dan akhirnya memutuskan resign.
Setelah itu banyak perenungan yang saya lakukan. Yes, saya
tahu kenapa orang tua menyarankan guru. Ini bukan tentang penghasilan, ibu saya
sering berbicara “nrimo lan legowo”, ikhlas dengan segala sesuatu yang
diterima. Kalau rezeki berkah, insya allah tidak ada kendala didalamnya. Banyak
pelajaran yang saya ambil. Ketika saya kerja di kantor, pulang larut malam, dan
tugas yang begitu banyak membuat saya melambatkan waktu solat. Nanti dulu lah, dhuhur
belum berakhir. Kalo sudah mendekati jam 2 barulah ambil wudhu. Atau ketika
penghitungan salah harus mengganti dengan uang pribadi, dan pernah mengganti
lebih dari separuh gaji. Terakhir, ilmu saya tidak bertambah sedikit pun, tidak
ada waktu membaca atau bertukar info berkualitas. Obrolan setiap hari hanya
seputar problem kantor atau gesek sana sini untuk dapat muka atasan.
Oke fix, saya putuskan menjadi guru. Ini bukan alasan utama mendapat penghasilan. Tapi saya tahu
teman-taman saya yang sudah berpengalaman mereka lebih jago dan lebih menguasai
meteri karena ilmu tidak akan pernah berkurang ketika dibagikan. Saya yakin
ilmu saya akan bermanfaat.
Alasan lain, ibu saya selalu bersujud setiap malam. Mencari rizki
setiap pagi untuk biaya sekolah anak semata wayangnya. Untuk membantu
meringankan tugas suaminya. Dan betapa bangganya ibu ketika menceritakan pada
kakak-kakanya “ANAK SAYA WISUDA”. Ada pengharapan
luar biasa dari kalimat itu. Dan mengapa saya ingin bekerja, saya tidak ingin
keringat ibu saya menetes sia-sia atau alih-alih sebagai pelepas dahaga ibunda
saya yang ingin melihat anaknya mengabdikan diri menjadi seorang pendidik. Setidaknya
saya bisa melimpahkan rezeki yang tidak seberapa kepada beliau berdua dan
mertua saya kelak.
Untuk calon suami saya, ketika nanti kita menikah
perkenankan saya bekerja. Meski saya yakin kau tidak akan membiarkan saya dan
anak-anak saya kelaparan. Saya janjikan untuk tetap mengabdi, tetap menjadikan keluarga sebagai prioritas
utama dengan tidak melebihi jam kerja suami dan merawat anak dengan sebaik
mungkin. Saya ingin menjadi ibu dan istri yang cerdas untuk keluarga, saya
tidak ingin menjadi perempuan yang hanya hidup interior yang hanya tahu berita
dari surat kabar dan dunia online. Saya butuh interaksi dengan orang sekitar
saya. Saya butuh tahu pergaulan luar untuk nantinya melepas anak saya tumbuh kembang
bersama kawan sebayanya. Biarkan saya bermanfaat untuk keluarga dan orang lain.
Bukankan itu inti dari hidup. Beribadah tak sebatas sujud pada Tuhan, tapi juga
mencari ilmu. Dan saya pastikan anak-anak saya akan berkembang dengan begitu
luar biasa, menjadi pemberani untuk mengahadapi segala sesuatu karena tak
melulu ada ibu disampingnya yang siap menjadi tameng untuk perlindungan. Meski dibalik
itu saya akan mengawasi mereka dengan ketat , karena pergaulan saat ini yang
terlampau tidak sehat.
Tulisan saya bukan berarti wanita tidak bekerja itu tidak baik. Itu tidak benar sama sekali, karena setiap perempuan berhak menetukan hidupnya masing-masing. menjadi wanita karir atau menjadi ibu rumah tangga. Kerena ada juga yang terlalu mementingkan karir, hingga mengorbankan keluarga. bertemu anaknya malam hari dan anaknya sudah tertidur terlebih anaknya dalam kondisi sakit. Menurut saya alangkah baiknya jika melepas pekerjaannya untuk anak yang sangat membutuhkan ibu disampingnya setiap waktu.
Tulisan saya bukan berarti wanita tidak bekerja itu tidak baik. Itu tidak benar sama sekali, karena setiap perempuan berhak menetukan hidupnya masing-masing. menjadi wanita karir atau menjadi ibu rumah tangga. Kerena ada juga yang terlalu mementingkan karir, hingga mengorbankan keluarga. bertemu anaknya malam hari dan anaknya sudah tertidur terlebih anaknya dalam kondisi sakit. Menurut saya alangkah baiknya jika melepas pekerjaannya untuk anak yang sangat membutuhkan ibu disampingnya setiap waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar